Majelis Permusyawaratan Rakyat, disingkat: MPR adalah sebuah
lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang terdiri dari
anggota-anggota DPR (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Jumlah anggota MPR
saat ini adalah 678 orang yang terdiri dari 550 anggota DPR dan 128 anggota
DPD. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun dan berakhir ketika
anggota-anggota DPR yang baru mengangkat sumpah.
Pada awal masa Orde Lama, MPR belum dapat dibentuk secara
utuh karena gentingnya situasi saat itu. Hal ini telah diantispasi oleh para
pendiri bangsa dengan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) menyebutkan, Sebelum Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung
dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh
Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.
Sejak diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, terjadi
perubahan-perubahan yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP.
Sejak saat itu mulailah lembaran baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia,
yakni KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar
Haluan Negara. Dengan demikian, pada awal berlakunya Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) dimulailah lembaran pertama
sejarah MPR, yakni terbentuknya KNIP sebagai embrio MPR.
Bergulirnya reformasi yang menghasilkan perubahan konstitusi telah mendorong para pengambil keputusan untuk tidak menempatkan MPR dalam posisi sebagai lembaga tertinggi. Setelah reformasi, MPR menjadi lembaga negara yang sejajar kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara lainnya, bukan lagi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Perubahan Undang-Undang Dasar telah mendorong penataan ulang posisi lembaga-lembaga negara terutama mengubah kedudukan, fungsi dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan pelaksanaan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sehingga sistem ketatanegaraan dapat berjalan optimal.
Pasal 1 ayat (2) yang semula berbunyi: “Kedaulatan adalah di
tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” ,
setelah perubahan Undang-Undang Dasar diubah menjadi “Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian
pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah
lembaga negara, yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga
negara yang ditentukan oleh UUD 1945.
Tugas dan wewenang MPR
Pasal 3
- Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UndangUndang Dasar.
- Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
- Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UndangUndang Dasar.
Pasal 4
MPR mempunyai tugas dan wewenang:
- mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
- melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam sidang Paripurna Majelis;
- memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan untuk menyampaikan penjelasan dalam Sidang Paripurna Majelis;
- melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;
- memilih dan melantik Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatanya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari;
- memilih dan melantik Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya sampai habis masa jabatanya.[1]
Secara singkatnya tugas dan wewenang
MPR, antara lain, adalah seperti yang berikut:
- Mengubah dan menetapkan Konstitusi Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), dan Undang-Undang Dasar
- Melantik Presiden dan Wakil Presiden, berdasarkan hasil pemilihan umum
- Memutuskan saran DPR, berdasarkan keputusan (Mahkamah konstitusi) untuk memberhentikan Presiden / Wakil Presiden dalam masa jabatannya
- Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya
- Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan oleh Presiden ketika ada kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya
- Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatan mereka
Anggota MPR memiliki hak untuk
mengajukan saran perubahan pasal-pasal UUD, menentukan cara dan pilihan untuk
membuat keputusan, dan juga hak kekebalan dan hak protokol.
Sidang MPR
MPR bersidang sedikitnya satu kali dalam lima tahun di ibukota. Korum MPR adalah seperti yang berikut:
Sidang MPR
MPR bersidang sedikitnya satu kali dalam lima tahun di ibukota. Korum MPR adalah seperti yang berikut:
- setidaknya 3/4 dari jumlah anggota MPR untuk memutuskan saran DPR terhadap pemberhentian Presiden / Wakil Presiden
- setidaknya 2/3 dari jumlah anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan Konstitusi
- setidaknya 50% + 1 dari jumlah anggota MPR dalam sidang-sidang yang lain.
Hasil
MPR adalah sah apabila disetujui oleh:
- setidaknya 2/3 dari jumlah anggota MPR yang hadir untuk memutuskan saran DPR terhadap pemberhentian Presiden / Wakil Presiden
- setidaknya 50% +1 dari seluruh anggota MPR untuk memutuskan hal-hal yang lain.
Sebelum
mengambil keputusan melalui suara yang terbanyak, pertemuan harus diadakan
lebih dahulu untuk mencapai persetujuan dan keputusan.[2]
Hak Anggota MPR
Pasal 9
Anggota
MPR mempunyai hak:
1. mengajukan usul
pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
1. menentukan sikap
dan pilihan dalam pengambilan keputusan;
1. memilih dan dipilih;
1. membela diri;
1. imunitas;
1. protokoler; dan
1. keuangan dan administratif.
Kewajiban Anggota MPR
Pasal
10
Anggota
MPR mempunyai kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-
undangan;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional
dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan; dan
e. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil
daerah.[3]
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-
undangan;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional
dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan; dan
e. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil
daerah.[3]
Struktur
Pasal 14
1. Pimpinan MPR
terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari anggota DPR dan 4 (empat)
orang wakil ketua yang terdiri atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari
anggota DPR dan 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPD, yang
ditetapkan dalam sidang paripurna MPR.
2. Pimpinan MPR yang berasal dari DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna
DPR.
Pemberhentian
Pasal 16
1. Pimpinan MPR
berhenti dari jabatannya karena:
a. meninggal
dunia;
b. mengundurkan
diri; atau
c. diberhentikan.
2. Pimpinan MPR
diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila:
a. diberhentikan sebagai anggota DPR atau anggota
DPD; atau
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai pimpinan MPR.
3. Dalam hal pimpinan MPR berhenti dari
jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan MPR diganti oleh
anggota yang berasal dari DPR atau DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sejak pimpinan MPR berhenti dari jabatannya.
4. Penggantian
pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan
pimpinan MPR dan dilaporkan dalam sidang paripurna MPR berikutnya atau
diberitahukan secara tertulis kepada anggota MPR.
Pasal 17
1. Dalam hal salah seorang pimpinan MPR atau
lebih berhenti dari jabatannya, pimpinan MPR lainnya mengadakan musyawarah
untuk menentukan pelaksana tugas sementara sampai terpilihnya pengganti
definitif.
2 Dalam hal pimpinan MPR dinyatakan sebagai
terdakwa karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih, pimpinan MPR yang bersangkutan tidak boleh
melaksanakan tugasnya.
3 Dalam hal pimpinan MPR sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan MPR
yang bersangkutan melaksanakan tugasnya kembali sebagai pimpinan MPR.
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberhentian dan penggantian pimpinan MPR diatur dengan peraturan MPR tentang
tata tertib.[4]
0 Response to "KEDUDUKAN, TUGAS, WEWENANG, STRUKTUR, PENGANGKATAN SERTA PEMBERHENTIAN ANGGOTA MPR"
Posting Komentar